Sunday, April 10, 2011

Senyummu, Guruku

Satu hal yang menjadi kebiasaan Hanif (3,5 bulan) adalah memberikan senyum lebar di sela-sela kantuknya jika ia telah merasa nyaman dengan persiapan tidurnya. Sebuah senyum dengan mata nyaris terpejam dan memperlihatkan gusi merahnya yang belum bergigi. Sekitar 2 atau 3 detik saja, dan senyum itu lenyap ditelan tidurnya, tak meninggalkan bekas kecuali hela nafas teratur Hanif yang telah tidur.

Sampai sekarang, saya sering terharu jika mendapati senyum Hanif yang ini. Senyum yang seolah menyampaikan ucapan terima kasih kepada ibunya. Terima kasih atas persiapan tidur yang nyaman, terima kasih atas hari ini, terima kasih atas segalanya.

Ya, bahkan seorang Hanif pun selalu mengajarkan saya untuk berterima kasih. Untuk bersyukur. Atas segala kebahagiaan yang telah direguk, sekecil apapun bentuknya. Hanif, bayi yang bahkan belum sempurna berkata-kata, telah belajar mengucap syukur melalui senyum mungilnya. Subhanallah wal hamdulillah.

Seiring dengan senyum Hanif, sebuah energi segar yang entah datang dari mana seolah mengaliri jiwa saya. Mendatangkan kembali semangat yang mungkin telah kendur di petang hari. Membisikkan ide yang mungkin telah lelah saya cari seharian. Mengetuk lebih keras pintu kesadaran saya untuk terus bersyukur. Kepada Allah, kepada suami saya, kepada orang tua saya.

Saya pun membalas dengan memberikan ciuman pengantar tidur. Kecupan lembut di kening, salam hidung, serta ciuman pelan di kedua pipinya yang montok.

Terima kasih telah menjadi guru yang hebat untuk Ibu, Nak..

Salatiga, 11 Maret 2011
read more..

No comments:

Post a Comment